TANGGAL 17 Desember 2013, tepat 110 tahun kegiatan penerbangan bermesin
di dunia, sejak dimulai oleh Wright bersaudara pada 17 Desember 1903.
Dengan kian berkembangnya dunia penerbangan, keberadaan bandar udara
(bandara) sebagai terminal ter bang dan mendaratnya pesawat menja di
sangat strategis.
TIDAK heran jika di berbagai negara,
termasuk Indonesia, pembangunan bandara terus digiatkan. Bahkan, di
Jawa Barat direncanakan dibangun dua bandara internasional, di Kabupaten
Majalengka dan Karawang. Meski pembangunannya masih tersendat oleh
beberapa hal, yang pasti keberadaan bandara sudah menjadi kebutuhan
masyarakat.
Namun, selain manfaatnya yang banyak, keberadaan bandara juga kian
dirasakan menjadi masalah bahkan inengganggu terhadap sebagian
masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar bandara.
Pada masa awal dunia penerbangan (awal abad ke-20), pengaruh buruk
aktivitas bandara terhadap lingkungan dan fasilitas umum lainnya tidak
banyak mendapat perhatian. Keluhan terhadap isu lingkungan sangat jarang
terjadi. Perubahan dramatis terhadap dampak lingkungan akibat
pembangunan bandara dan pengoperasiannya baru terjadi pada akhir
I960-an. Sebagian dipicu oleh kesadaran masyarakat yang makin tinggi
terhadap masalah lingkungan pada umumnya, juga didorong oleh kenyataan
semakin buruknya kondisi lingkungan suatu bandara. Terlebih adanya
kenaikan tajam aktivitas penerbangan dan adanya pesawat-pesawat terbang
besar bermesin jet.
Polusi udara
Saalah satu dampak yang biasa terjadi pada suatu bandara dan mungkin
dampak yang paling sulit dikendalikan adalah kebisingan. Sejak mulainya
era pesawat terbang komersial bermesin jet pada 1959, terjadi perubahan
yang dramatis pada masalah kebisingan bandara dalam bentuk dan
besarannya.
Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang berlebihan atau yang tidak
diinginkan. Kebisingan tidak diinginkan karena menjengkelkan manusia,
mengganggu percakapan, mengganggu tidur, dan dalam kondisi ekstrem
berbahaya bagi kesehatan. Dampak negatif kebisingan terhadap kesehatan
manusia dapat terjadi dalam jangka panjang (kronis) dan dampak yang
terjadi biasanya sulit bahkan mungkin tidak dapat dipulihkan kembali.
Bunyi atau suara baik berupa kebisingan maupun tidak, ditimbulkan oleh
getaran yang merambat melalui suatu medium, seperti udara, air atau
logam. Bila suatu objek bergetar, akan menimbulkan gangguan berupa
variasi pada tekanan atmosfer yang normal dalam skala kecil yang cepat.
Kebisingan dikarakteristikkan oleh tingkat bunyinya (sound level),
spektrum frekuensinya, dan variasinya terhadap waktu.
Jumlah operasi penerbangan setiap hari dan waktu terjadinya dapat sangat
memengaruhi tingkat gangguan yang dialami penduduk di sekitar bandara.
Suatu penelitian yang dilakukan di sekitar Bandara Heathrow, London,
Inggris menunjukkan, kebisingan akibat paparan sejumlah pesawat terbang
merupakan satu faktor paling penting yang memengaruhi tingkat gangguan
pada masyarakat.
Keseriusan masalah kebisingan ini melahirkan peraturan oleh Federal
Aviation Administration (FAA), Amerika Serikat, yaitu Federal Aviation
Regulation Part 36 pada tahun 1969 tentang standar kebisingan untuk
sertifikasi perancangan baru pesawat terbang bermesin turbojet. Masalah
kebisingan pesawat terbang ini tentunya terjadi juga di seluruh dunia
yang oleh karenanya International Civil Aviation Organization (ICAO)
juga mengeluarkan peraturan yang serupa (ICAO Annex 16 Environmental
Protection) untuk seluruh anggotanya, termasuk Indonesia.
Polusi udara
Polusi udara dan air merupakan dampak h'ngkungan yang paling serius dan
paling kompleks dalam pengembangan dan pengoperasian suatu bandara.
Polutan yang terkandung dalam gas buang mesin pesawat terbang terutama
terdiri atas carbon monoxide (CO), carbon dioxid (CO2), hydrocarbons,
nitrogen oxides (NOX), soof (jelaga), dan partikel lainnya. Gas buang
ini juga mengandung asam organik yang berbahaya serta polutan yang
terbuang ke atmosfer merupakan fungsi dari jenis pesawat terbang dan
mesinnya, fasa operasi pesawat terbang dan berapa Jama mesin pesawat
terbang tersebut beroperasi pada setiap fasa.
Fasa operasi penerbangan yang memerlukan perhatian khusus karena
menimbulkan polusi di bandara adalah taxi (pergerakan pesawat terbang
antara apron/tempat paHr pesawat terbang dan landas pacu) atau dalam
keadaan idle, take off (lepas landas), climb Out (terbang menanjak dari
lepas landas sampai ketinggian 3.000 kaki/1.000 m), approach (ancangan
untuk mendarat dari ketinggian 3.000 kaki sampai pesawat terbang
menyentuh landasan), dan landing (mendarat).
Untuk kebanyakan pesawat terbang bermesin jet, laju emisi polutan carbon
monoxide dan hydrocarbons paling besai terjadi ketika pesawat terbang
sedang taxi atau idle dan laju emisi nitrogen oxides paling besar
terjadi ketika pesawat terbang lepas landas. Penguapan bahan bakar dari
tumpahan yang terjadi ketika pengisian dan dari tangki bahan bakar dapat
menimbulkan penambahan jumlah polusi udara yang signifikan di bandara.
Sebanyak 25% polutan lainnya dihasilkan dari kendaraan para penumpang,
pekerja, dan tamu bandara. Polusi lainnya disebabkan oleh pemakaian
bahan bakar minyak yang digunakan oleh ground service equipments.
Polusi air
Polusi air umumnya berupa limbah, dapat terjadi secara langsung, dari
pembangunan dan pengoperasian bandara dan secara tidak langsung, dari
pengembangan lahan yang terimbas dengan kehadiran bandara.
Limbah ini berasal dari aktivitas Persia pan pembuatan makanan,
pencucian, dai penggunaan toilet yang hams dikelola. Pengolahan air
limbah dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk mengurangi konsentrasi
masingmasing polutan dalam air buangan sehingga aman dibuang ke badan
air penerima. Jadi, pengolahan tidak memurnikan, tetapi memperbaiki
kualitas.
Polusi air yang lebih berbahaya dapat disebabkah aktivitas overhaul
pesawat terbang. Polutan ini terutama berupa zat kimiaberacun dari
pengelupasan cat dan mengecat chrome bagian bagian mesin.
Selain sampah dalam bentuk limbah cair, limbah padat merupakan sisa
operasional bandar udara yang harus dibuang atau diolah menjadi bentuk
lain yang lebih ramah lingkungan.
Air larian dapat saja terpolusi oleh zat kimia pengendalian serangga dan
pembuangan salju dan es, tetesan bahan bakar dan oli di landas pacu,
taxiways dan apron, serta busa dari pemadam kebakaran.
Limbah yang berkaitan dengan pengisian bahan bakar, operasi
pener-bangan, dan pencucian pesawat terbang, kemungkinan dapat mengotori
sungai atau danau melalui sistem drainase. Tetesan bahan bakar, oli dan
minyak pelumas, serta deterjen pembersih pesawat terbang dapat menjadi
sumber polusi air yang serius.
Tata guna lahan
Dampak suatu bandar udara terhadap tata guna lahan, pada dasarnya karena
bandar udara sering memerlukan lahan yang luas. Dampak ini dapat berupa
atau berkaitan dengan faktor ekonomi,pembangunan, atau visual.
Bandara merupakan infrastruktur yang memerlukan lahan luas. Semakin
tinggi kelas suatu bandara, akan semakin luas pula lahan yang
diperlukan. Bandara juga tempat yang mengonsumsi energi besar. Denver
International Airport (DIA) di Colorado, Amerika Serikat, misalnya,
mempunyai 5 landas pacu masingmasing sepanjang 3.700 m, membentang
seluas 13.800 ha atau lebih 80 % luas Kota Bandung yang luasnya sekitar
16.700 ha.
Kecuali kalau bandara tersebut direncanakan dan dirancang dengan
hatihati, bandara dapat menimbulkan akibat negatif terhadap komunitas
sekitarnya.
Di luar batas bandara, dapat terjadi pembangunan hotel atau penginapan
yang tidak terkendali, kompleks perumahan, penyewaan kendaraan, dan
berbagai kegiatan komersial yang berkaitan dengan bandara yang dapat
menimbulkan kesan kumuh pengguna bandara, para pekerja atau penduduk di
sekitar bandara.
Hidrologi dan ekologi
Dampak daur hidup tumbuhan dan hewan serta perubahan yang dapat terjadi
terhadap sirkulasi alami dan distribusi air sebagai akibat pembangunan
dan pengoperasian bandara mungkin memang tidak seserius akibat yang
dibahas sebelumnya. Akan tetapi,mungkin juga dapat merupakan faktor yang
tersembunyi dan membahayakan.
Tiga masalah hidrologi utama yang berkaitan dengan pembangunan bandara
adalah banjir, terganggunya aliran air, dan gangguan kadar garam.
”Ekologi” didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang hubungan antara
kehidupan tumbuhan dan hewan dengan lingkungannya. Dampak bandara
terhadap ekologitertentu terhadap tumbuhan dan hewan hampir kentara dan
baru akan terlihat setelah 10,20,bahkan 30 tahunkemudian.
Dampak ekologi dapat terjadi selama pembangunan bandara, akibat operasi
penerbangan setiap hari atau pembangunan yang terjadi di sekitar bandara
yang terpicu adanya kehadiran bandara.
Menciptakan “Eco Airport”
Berbagai usaha telah dan terus dilakukan untuk mengurangi dan
meminimalkan dampak negatif keberadaan suatu bandara yang dilakukan oleh
berbagai komunitas penerbangan termasuk pihak regulator.
Dari sisi teknologi penerbangan, misalnya rancangan pesawat terbang masa
kini yang semaMn streamline akan mengurangi kebisingan (aerodynamic
noise), mesin pesawat terbang juga lebih efisien dalam pemakaian bahan
bakar yang berarti mengurangi kadar emisi berbahaya juga kebisingan yang
lebih rendah. Penggunaan biofuel beberapa tahun belakangan ini — meski
dengan kadar yang masih rendah — juga mengurangi tingkat emisi gas
buang.
Beberapa perubahan pada operasional penerbangan juga dilakukan untuk
mengurangi dampak buruk ini. Kecanggihan pesawat terbang masa kini yang
mempunyai tenaga mesin dan kecepatan lebih tinggi dimanfaatkan untuk
terbang menanjak lebih cepat selepas take off untuk mengurangi efek
kebisingan di sekitar bandara. Ancangancang pendaratan dilakukan dengan
teknik continous descent approach juga untuk mengurangi efek kebisingan.
Dampak buruk emisi gas buang ketika taxi disiasati dengan hanya
menggunakan satu mesin (untuk pesawat terbang dengan dua mesin) dengan
putaran mesin yang lebih tinggi untuk mengurangi kadar CO2 dan
hydrocarbons. Saat ini dikembangkan pemakaian motor listrik untuk
menggerakkan roda pesawat terbang untuk taxi dan bukan memakai tenaga
mesin pesawat (electric green taxiing system). Kendaraan ground
service equipments yang memakai bahan bakar minyak juga banyak yang dganti dengan tenaga motor listrik.
Peraturan perundangundangan juga berusaha mengatur pembangunan dan
pengoperasian bandar udara yang lebih ramah lingkungan. Di Indonesia,
hal ini diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor i Tahun
2009 tentang Penerbangan dan lebih spesifik lagi pada Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 124/VI/2OO9 tentang Pedoman
Pelaksanaan Bandar Udara Ramah Lingkungan (EcoAirport), 2009.
Sumber
Dampak Bandara Terhadap Lingkungan
Posted by CB Blogger
Blog, Updated at: 08.37