Umar adalah salah satu dari empat sahabat nabi yang paling dikenal (khulafaur rasyidin). Berikut kisah Umar bin Khattab, mulai dari mencari Tuhan, masuk Islam, menjadi khilafah setelah rasulullah, hingga wafat.
Nama dan Gelar Umar Bin Al-Khattab
Nama dari Umar bin al-Khattab adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Razah bin ‘Adi bin Ka’b bin Luaiy al-Qurasyi al-‘Adawi.
Beliau terlahir setelah perang Fijar yang berlangsung selama empat tahun dan itu terjadi 30 tahun sebelum kenabian Muhammad saw.
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Kami tidak beribadah kepada secara terang-terangan sampai Umar masuk Islam.”
Lalu kenapa bergelar al-Faruq?
Ada beberapa pendapat tentang hal itu di antaranya:
- Ibnu Sa’d meriwayatkan dalam kitab Thabaqat-nya, dengan sanad yang lemah, dari Ayub bin Musa, beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran atas lisan dan hati Umar dan dialah al-Faruq yang telah dijadikan oleh Allah swt untuk memisahkan antara yang benar dan yang batil.”
- Abu Nu’aim al-Asfahani dalam kitab Hilyat al-Auliya wa Tabaqat al-Asfiya, meriwayatkan dengan sanad yang lemah sekali dari Ibnu Abbas ra, berkata: “Ibnu Abbas bercerita tentang Umar yang masuk Islam, dan keluar untuk mengumumkan keIslamannya kepada kaum musyrikin, dan di dalam ceritanya Ibnu Abbas terdapat ucapan Umar: Rasulullah telah memberikan nama kepadaku dengan al-Faruq yaitu Allah swt telah menjadikan Umar untuk memisahkan antara yang benar dan yang batil.
- Ibnu Sa’d meriwayatkan dengan sanad yang lemah –yang di dalamnya sanadnya ada yang bernama al-Waqidi– dari Abu Amr Dzakwan, berkata: Aku bertanya kepada Aisyah: “Siapakah yang memberi nama Umar dengan al-Faruq?” Lalu Aisyah menjawab: “Nabi saw.”
Dan masih banyak pendapat yang menerangkan tentang pemberian gelar al-Faruq kepada Umar.
Kisah Umar bin Khattab Mencari Tuhan
Pada suatu hari, kaum Quraisy berkumpul dan bermusyawarah tentang perkara yang berhubungan dengan Muhammad saw, di antara mereka ada yang bertanya: “Siapakah yang bersedia membunuh Muhammad saw?”
Maka Umar bin al-Khattab menjawab: “Saya.”
Dan setelah itu, Umar bergegas keluar dari pertemuan dan pulang ke rumah untuk mengasah pedang lantas berjalan keliling untuk mencari Muhammad saw.
Ketika sedang mencari Muhammad saw, Umar bertemu temannya dan bertanya: “Mau kemana engkau wahai Umar?”
Umar menjawab: “Aku mencari Muhammad saw dan ingin membunuhnya.”
Lalu temannya berkata: “Kenapa engkau ingin membunuh Muhammad saw sedang adikmu sendiri telah masuk Islam dan menjadi pengikutnya?”
Maka Umar marah lantas berjalan menuju ke rumah adiknya.
Sesampainya di rumah adiknya, Umar menggedor pintu rumah adiknya, lantas dari dalam rumah ada yang bertanya: “Siapakah di luar?”
Umar menjawab: “Saya, Umar.”
Ketika mereka semua mendengar Umar yang datang, mereka menyembunyikan lembaran yang berisi tulisan wahyu yaitu al-Qur’an surat Thaha ayat 1–11.
Ketika Umar masuk, Umar bertanya: “Saya mendengar informasi kalau kalian sudah menjadi pengikut Muhammad saw?”
Mereka menjawab: “Ya, kami semua sudah pengikut Muhammad saw.”
Umar marah dan memukul Sa’id suami Fatimah –saudarinya Umar– sampai terjatuh.
Kemudian Fatimah –istrinya Sa’id– datang dan membantu suaminya dari siksaan Umar.
Dengan nada marah Fatimah berkata kepada Umar: “Wahai musuh, apakah kamu akan memukul orang yang mengesakan Allah?”
Umar menjawab: “Ya”.
Lantas Fatimah berkata: “Lakukan apa yang memang akan kamu lakukan tapi aku tetap beriman kepada Allah.”
Ketika mendengar perkataan adiknya –Fatimah– seperti itu, Umar menyesal, lalu Umar berkata: “Berikan lembaran yang kamu baca tadi itu.”
Adiknya tidak memberikannya, tapi Umar memaksa. Maka adiknya berkata: “Kamu orang kotor, kalau kamu ingin membaca, maka mandi atau berwudhu-lah dulu.” Maka Umar mandi dan meminta lembaran bertuliskan ayat surat Thaha ayat 1–11.
Ketika Umar membacanya sampai pada ayat 8, Umar berkata: “Sebab apa kaum Quraisy lari dari hal ini?”
Lantas Umar melanjutkan bacaannya dari sampai pada ayat 11, Umar berkata: “Pantas saja orang yang mengucapkan hal ini tidak akan menyembah yang selain-Nya.”
Lalu Umar berkata adiknya: “Tunjukkan kepada saya di mana Muhammad saw.”
Adiknya menjawab: “Muhammad saw ada di bawah bukit Shafa.”
Maka Umar bergegas pergi ke sana, dan di sana Rasulullah saw sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Tatkala ada yang menggedor pintu, maka tidak ada satupun yang berani membukakan pintu itu. Lantas yang di dalam rumah bertanya: “Siapa di luar?”
Terdengar jawaban: “Umar”.
Maka Rasulullah saw menyuruh membukakan pintu dan Umar masuk. Lantas Rasulullah bertanya: “Ada apa wahab Ibnul Khattab?”
Umar menjawab: “ Saya datang ke sini untuk beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta beriman dengan apa yang dibawanya dari sisi Allah swt.”
Maka Rasulullah saw bertakbir dan diikuti oleh seluruh sahabatnya. Dan inilah bukti doa Rasulullah saw yang dipanjatkan kepada Allah swt terkabulnya yaitu “Ya Allah, muliakan Islam dengan salah satu orang yang Engkau cintai yaitu Abu Jahal bin Hisyam atau Umar bin al-Khattab.”
Kisah Umar bin Khattab Bertemu Iblis
Rasulullah saw berkata kepada Umar: “Wahai Umar, engkau tidak akan pernah berjalan kecuali setan akan menyingkir dari jalan yang kamu lewati.”
Diceritakan dari Muhammad bin Abu Mansur, dari Abu al-Husain bin Abdul Jabbar, dari Ahmad bin Abdullah al-Anmathi, dari Ahmad bin al-Husain al-Marwazi, dari Ahmad bin Harits bin Muhammad al-Marwazi, dari kakeknya Muhammad bin Abdul Karim, dari al-Haitsam bin ‘Addi, dari Abu ‘Ashim Muhammad bin Abu Ayub al-Tsaqafi, dari al-Sya’bi, dari Abdullah bin Mas’ud berkata:
“Salah seorang dari sahabat Rasulullah saw bertemu setan di salah satu lorong di Madinah, bangsa jin menantang untuk bertarung, maka bangsa manusia bertarung dengan jin. Maka terjadilah pertarungan antara sahabat dan setan, maka setan kalah dan ditekan dadanya dengan kaki salah seorang sahabat. Lantas, salah seorang sahabat itu berkata: “Saya melihatmu kurus kering seperti lengan seekor anjing, apakah kamu manusia atau jin?
Maka jin itu menjawab: “Saya lebih pintar dari mereka semua.” Maka salah seorang sahabat berkata: “Saya tidak akan melepaskanmu sampai kamu memberitahu saya, dengan apa kita meminta perlindungan dari kamu semua?”. Jin menjawab: “Dengan ayat kursi.” Salah seorang bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud: “Siapakah laki-laki itu, apakah dia Umar?” Maka ibnu Mas’ud menjawab: “Kira-kira itu adalah Umar.”
Kisah Umar dan Sungai Nil
Dikisahkan sungai nil kering. Air tidak mengalir. Upaya penduduk Mesir agar sungai nil kembali mengalir adalah dengan membuang seorang gadis perawan setahun sekali ke dalam sungai nil sebagai tumbal. Ketika Islam mulai menaklukkan kota Mesir pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, sungai nil kembali tidak mengalir.
Saat itu, sahabat yang diutus menjadi gubernur Mesir adalah Amr bin Ash. Para penduduk Mesir pun pergi menjumpai Amr bin Ash tentang masalah yang mereka hadapi.
“Wahai pemimpin, nil kita selama setahun ini tidak mengalir kecuali dengan cara ini.”
“Dengan apa?”
“Jika sudah malam ke 12 di bulan ini, kami akan melemparkan seorang gadis perawan dari orang tua yang ridha anaknya dijadikan tumbal, dan gadis itu kami pakaikan perhiasan dan baju yang bagus, lalu kami buang gadis itu ke sungai nil ini.”
“Sungguh, ini adalah perbuatan yang tidak dibenarkan Islam, Islam menghancurkan praktek-praktek sebelum datangnya Islam (jahiliyah).”
Penduduk Mesir pun mau mendengarkan arahan Amr, dan mereka mampu bertahan selama tiga bulan dengan kondisi sungai nil tidak mengalir dengan aliran kecil maupun deras. Hingga mereka berencana mau pergi dari Mesir.
Lalu, Amr bin Ash mengirim surat kepada Umar bin Khatab mengenai kondisi di Mesir. Dan Umar pun membalas surat Amr.
“Sungguh, benar apa yang telah engkau lakukan, dan aku mengirim kepadamu (juga) sebuah surat di dalam suratku ini, maka lemparkanlah surat itu ke dalam sungai nil.”
Lalu Amr mengambil sebuah surat yang tertulis di dalamnya, “Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin kepada sungai nilnya penduduk Mesir. Amma ba’du. Jika engkau mengalir seperti sebelumnya dan atas urusanmu, maka janganlah mengalir, karena kami tidak butuh denganmu. Dan jika kamu mengalir karena perintah Allah yang Maha Esa dan Maha Memaksa, Dialah yang mampu mengalirkanmu, maka kami memohon kepada Allah ta’ala agar mengalirkanmu.”
Amr bin Ash pun melemparkan surat Umar itu ke dalam sungai nil. Dan di malam harinya Allah swt. telah mengalirkan sungai Nil enam belas dzira’. Dan Allah swt. telah memutus masa paceklik penduduk Mesir hari itu.
Kisah Umar bin Khattab dan Penggembala
Abdullah bin Dinar meriwayatkan bahwa suatu ketika dia berjalan bersama Khalifah Umar bin Khaththab di dekat Makkah. Kemudian mereka bertemu dengan seorang anak laki-laki penggembala yang sedang menggembalakan sekawanan domba.
Khalifah Umar berkata kepadanya, “Juallah seekor domba kepadaku.”
“Domba-domba ini bukan milikku, tapi milik tuanku,” ujar anak laki-laki itu menjawab.
Kemudian untuk menguji anak penggembala itu Khalifah Umar berkata lagi, “Bukankah engkau bisa mengatakan kepada tuanmu itu bahwa serigala telah menyambar salah satu di antaranya, dan tuanmu itu tidak akan mengetahui apa-apa mengenai hal itu.”
“Tidak, memang ia tidak akan tahu,” kata anak itu, “tapi Allah akan mengetahuinya.”
Mendengar perkataan penggembala itu, Khalifah Umar pun menangis dan mendatangi majikan anak laki-laki itu untuk membelinya dan kemudian membebaskannya.
Kemudian Khalifah Umar berkata lagi kepada si anak penggembala domba itu, “Ucapanmu itu telah membuatmu bebas di dunia ini dan akan membuatmu bebas pula di akhirat.”
Prestasi Umar
- Penaklukan Damaskus
- Penaklukan Baqa’ dan Beirut
- Penaklukan Konstantinopel
- Penaklukan Baitul Maqdis
- Penaklukan Tikrit dan Musol
- Penetapan Tahun Hijriyah
- Penaklukan Mesir
- Penaklukan Goergia
- Penaklukan Azerbaijan
- Penaklukan Kirman, Sijistan dan Makran, dll.
Umar Bin Al-Khattab Wafat
Al-Imam al-Thahawi menceritakan di dalam Syarh Musykil al-Atsar dengan sanad, dari sanad yang sahih, dari Zaid bin Aslam dari ayahnya berkata: Umar bin al-Khattab ra khutbah dan berkata: “Saya bermimpi melihat ayam jantan merah mematuk ubahku tiga kali.” Kemudian aku meminta ta’bir kepada Asma bin ‘Umais, ia berkata: “Ada seorang lelaki dari non arab yang akan membunuhmu”. Dan saya mengira bahwa kematianku akan terkesan mendadak dan tiba-tiba. Dan selepas saya meninggal, urusan kekhalifahan aku serahkan kepada orang-orang yang dicintai Rasulullah saw untuk menentukan siapakah yang akan meneruskan kekhalifahan ini yaitu Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’d dan Abdurrahman bin Auf.
Ketika Umar mau berangkat untuk menunaikan shalat subuh, beliau ditikan oleh seorang budak yang bernama Abu Lu’lu’ al-Majusi dan dimakamkan di samping makam Rasulullah saw dan Abu Bakar al-Shiddi ra di Masjid Nabawi. Dan khalifah Umar telah memimpin Islam selama 10 tahun dengan berbagai macam prestasi yang sangat membanggakan bagi Islam dan Kaum Muslimin. Beliau wafat pada hari Ahad bulan Muharram tahun 44 H dalam usia 63 tahun. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya, dari Muawiyah ra, berkata: “Rasulullah saw wafat pada usia 63 tahun, Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun dan begitu umar wafat pada usia 63 tahun.”
Dari kisah Umar bin Khattab di atas, kita dapat mengambil ibrah di antaranya:
- Dalam memutuskan segala sesuatu sebaiknya dengan jalan musyawarah karena musyawarah mampu menampung aspirasi yang berkembang dari berbagai pihak.
- Dalam memilih pemimpin harus dicari orang yang terbaik di antara kita sehingga dia akan mampu berperilaku jujur, amanah dan adil sebagaimana yang diwasiatkan Umar setelah beliau meninggal.
- Seorang pemimpin harus mampu mengayomi, melindungi dan menjaga rakyat yang dipimpin jangan sampai ada rakyat yang mengalami kesusahan dan kesulitan sehingga menimbulkan konflik baik horizontal maupun vertikal di masyarakat.
والله أعلم بالصواب
والله الموفق إلى أقوم الطريق
Referensi:
- Sirat al-Umariyat karya Musa bin Rasyid al-‘Azimi, cetakan kedua, Saudi Arabia: Dar al-Shumai’i, 1440 H – 2019 M.
- Fashl al-Khitab fi Sirat ibn al-Khattab Amir al-Mukminin Umar bin al-Khattab, Syakhshiyatuhu ,’Ashruhu karya Dr. Ali Muhammad Muhammad al-Shalabi, cetakan pertama, Kairo: Maktabat al-Tabi’in, 1423 H – 2002 M.
- Manaqib Amir al-Mukminin Umar bin al-Khattab karya al-Imam al-Hafidz Ab al-Farj Abd Rahman bin Ali bin Muhammad bin Ali ibn al-Jauzi al-Baghdadiy, cetakan pertama, Bahrain: al-Majlis al-A’la li al-Syu’un al-Islamiyat, 1435 H – 2013 M.
- Al-Bidayat wa al-Nihayat karya al-Imam al-Hafidz al-Muarrikh Abu al-Fida Ismail bin Katsir, Qatar: Wizarat al-Auqaf wa al-Syu-un al-Islamiyah, 1436 H – 2015 M.
- Kimya’ al-Sa’adat karya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali al-Thusi.
- Tarikh al-Khulafa’ karya al-Imam al-Hafidz Jalal al-Din Abdurrahman bin Abu Bakar al-Suyuthi, cetakan kedua, Qatar: Wizarat al-Auqaf wa al-Syu-un al-Islamiyah, 1434 H – 201 M.