Sistem
penomoran kereta api di Indonesia adalah sistem
penomoran yang digunakan pada lokomotif, kereta penumpang,gerbong barang, dan kereta dengan fasilitas
dan fungsi yang lainnya. Pertama kali sistem penomoran berasal dari sistem
penomoran Belanda yang digunakan oleh
perusahaaan kereta api di Hindia-Belanda seperti Staatsspoorwegen (SS),Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij (NIS), Serajoedal
Stoomtram Maatschappij (SDS), Semarang-Cheribon
Stoomtram Maatschappij (SCS), dan lain-lainnya. Pada
sistem penomoran lokomotif perusahaan Hindia-Belanda, sistem penomoran
lokomotif adalah bedasarkan kelas dan nomor urut lokomotif milik perusahaan
yang bersangkutan, misalnya lokomotif kelas SS 1700, NIS
1100, DSM 227, SCS 900, dan sebagainya. Kemudian
pada masa penjajahan
Jepang, sistem penomoran pada lokomotif mengalami perubahan. Sistem
penomoran lokomotif Belanda pada masa penjajahan Jepang diganti dengan sistem
penomoran sesuai dengan susunan roda AAR dan klasifikasi UIC, yaitu menurut jumlah
sumbu/poros/as roda (gandar) penggerak. Sistem ini
masih digunakan pada penomoran lokomotif diesel hingga masa kini.
Masa kini
Seperti
telah diketahui bahwa sarana perkeretaapian yang meliputi lokomotif, kereta, dan gerbong beserta peralatan khusus perlu
diberikan penomoran sebagai identitas dari saran bersangkutan, maka menurut
Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi
Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian [1] disusunlah identitas sarana
perkeretaapian yang menggambarkan 4 poin utama sebagai berikut.
a.
kodifikasi jenis sarana kereta api;
b.
klasifikasi sarana kereta api;
c.
tahun mulai beroperasinya sarana
kereta api; dan
d.
nomor urut sarana kereta api.
Sistem
penomoran di atas terbagi menjadi 4 macam, antara lain sebagai berikut.
Lokomotif
Format
penomoran sarana lokomotif yang digunakan adalah:
[jumlah
gandar penggerak dalam huruf] [klasifikasi lokomotif] [tahun mulai
operasi/dinas] [nomor urut]
Keterangan:
·
Jumlah gandar penggerak menyatakan
banyaknya gandar dalam satu bogie yang
dinyatakan dalam huruf berupa "A" untuk 1 gandar penggerak,
"B" untuk 2 gandar penggerak, "C" untuk 3 gandar penggerak,
dan "D" untuk 4 gandar penggerak.
·
Klasifikasi lokomotif terdiri dari 3
digit angka. Angka pertama menunjukkan kode sistem penggerak lokomotif yaitu:
·
1 untuk lokomotif listrik/Kereta Rel Listrik (dulu
diesel mekanik);
·
2 untuk lokomotif diesel elektrik;
·
3 untuk lokomotif diesel hidraulik;
·
4 untuk lokomotif multipower (lokomotif
diesel elektrik yang dilengkapi pantograf atau shoe gear seperti lokomotif
listrik).
·
Sedangkan angka kedua dan ketiga
yang diawali dengan angka 00 menunjukkan seri lokomotif.
·
Tahun mulai operasi/dinas
menunjukkan angka tahun mulai beroperasinya lokomotif bersangkutan.
·
Nomor urut diberikan dalam 2 digit
angka berdasarkan tahun mulai operasi/dinas.
·
Keterangan dipo induk harus selalu
diletakkan di bawah plat nomor, kecuali CC206 yang
diletakkan di bawah logo KAI.
Contoh:
CC 206 13 89
DIPO
INDUK JNG
CC
menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki
3 gandar penggerak, 206 menunjukkan jenis lokomotif diesel elektrik jenis
06,dengan tahun mulai operasi 2013 serta nomor urut 89. JNG: Jatinegara
CC 201 83 07
DIPO INDUK
YK
CC
menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki
3 gandar penggerak, 201 menunjukkan jenis lokomotif diesel elektrik jenis 01
dengan tahun mulai operasi 1983 serta nomor urut 07. YK: Yogyakarta
BB304 84 07R
DIPO INDUK
JR
BB
menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki
2 gandar penggerak, 304 menunjukkan jenis lokomotif diesel hidrolik jenis 04
dengan tahun mulai operasi 1984 serta nomor urut 07 dan sudah direhab (R). JR:
Jember.
Kereta (penumpang)
Format
penomoran sarana kereta yang digunakan adalah:
[kelas
kereta] [jenis kereta] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]
Keterangan:
·
Kelas kereta menunjukkan jenis kelas
dan fasilitas dari kereta bersangkutan, dinyatakan dengan kode huruf dan satu
digit angka yaitu:
·
A untuk Kelas Eksekutif Argo (Kereta api
Eksekutif Argo)
·
1 untuk kelas eksekutif (Kereta api
eksekutif);
·
2 untuk kelas bisnis (Kereta api bisnis); dan
·
3 untuk kelas ekonomi (Kereta api ekonomi).
·
Kode huruf "K" menunjukkan
kereta penumpang biasa,
·
Kode huruf "M" menunjukkan
kereta yang dilengkapi fasilitas ruang makan dan dapur,
·
Kode huruf "P" menunjukkan
kereta yang dilengkapi fasilitas genset diesel, dan
·
kode huruf "B" menunjukkan
kereta yang dilengkapi fasilitas ruang bagasi. (kode huruf ini bisa saling
bersusun seperti KP, MP, KMP, dan BP).
·
kode huruf "KP"
menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas penumpang atau pembangkit.
·
kode huruf "MP"
menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang makan/dapur dan ruang
Pembangkit.
·
kode huruf "KMP"
menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang penumpang, ruang makan/dapur
dan ruang pembangkit.
·
kode huruf "KM"
menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang penumpang dan ruang
makan/dapur.
·
Jenis kereta menunjukkan kereta yang
ditarik lokomotif atau memiliki penggerak sendiri dengan rincian:
·
0 untuk kereta penumpang yang ditarik
lokomotif;
·
1 untuk kereta rel listrik (KRL);
·
2 untuk kereta rel
diesel elektrik (KRDE); dan
·
3 untuk kereta rel diesel hidrolik (KRDH).
·
Tahun mulai operasi dan nomor urut;
cukup jelas.
Contoh:
K1 0 15 01
Kode
di atas menunjukkan kereta kelas eksekutif (K1) yang ditarik lokomotif dengan
tahun mulai operasi 2015 dan nomor urut 01.
K1 1 01 01
Kode
di atas menunjukkan kereta rel listrik (KRL)
dengan fasilitas ruang penumpang kelas eksekutif (K1) dengan tahun mulai
operasi 2001 dan nomor urut 01.
K3 2 10 07
Kode
di atas menunjukkan kereta rel
diesel elektrik (KRDE) dengan fasilitas ruang penumpang kelas
ekonomi (K3) dengan tahun mulai operasi 2010 dan nomor urut 07.
Gerbong (barang)
Format penomoran sarana gerbong yang digunakan adalah:
[jenis gerbong] [kapasitas muat] [tahun mulai operasi/dinas]
[nomor urut]
Keterangan:
·
Jenis gerbong menunjukkan jenis
bentuk gerbong bersangkutan dengan rincian:
·
GD untuk gerbong datar (PPCW, PKPKW,
dsb.);
·
GB untuk gerbong terbuka (YYW, ZZOW,
TTW, KKBW, dsb.);
·
GT untuk gerbong tertutup (GW, GGW,
GR, dsb.); dan
·
GK untuk gerbong tangki/silinder.
·
Kapasitas muat menunjukkan daya
angkut maksimum dalam satuan ton, dinyatakan dalam dua digit angka.
·
Tahun mulai operasi dan nomor urut;
cukup jelas.
Contoh: GD 40 80 10 Kode ini menunjukkan gerbong
datar dengan kapasitas muat maksimum 40 ton, mulai dioperasikan sejak 1980
dengan nomor urut sarana 10.
Peralatan khusus
Format penomoran sarana peralatan khusus yang digunakan
adalah:
[kode sarana khusus] [jenis sarana khusus] [tahun mulai
operasi/dinas] [nomor urut]
Keterangan:
·
Kode sarana khusus dinyatakan dalam
2 huruf sebagai berikut:
·
SI untuk kereta inspeksi (KAIS);
·
SP untuk kereta penolong (NR, NW,
dsb);
·
SU untuk kereta ukur;
·
SC untuk kereta derek;
·
SR untuk kereta pemeliharaan jalan
rel.
·
Jenis sarana khusus dinyatakan
seperti halnya jenis sarana kereta, yaitu:
·
0 untuk sarana khusus yang ditarik
lokomotif;
·
1 untuk sarana khusus berpenggerak
listrik;
·
2 untuk sarana khusus berpenggerak diesel elektrik;
·
3 untuk sarana khusus berpenggerak diesel hidrolik.
·
Tahun mulai operasi dan nomor urut;
cukup jelas.
Contoh: SI 3 09 01
Kode di atas menunjukkan kereta inspeksi dengan sistem
penggerak diesel hidrolik yang
mulai beroperasi sejak 2009 dengan nomor urut 01.
Ketentuan tambahan
Penulisan sistem penomoran ini memiliki ketentuan bentuk
huruf yang digunakan adalah Arial dengan ukuran 140. Huruf dan angka
menggunakan warna putih dengan latar belakang warna hitam.
Sumber : Wikipedia