Silakan Anda dengarkan deru mesin Formula
1 yang begitu keras namun dengan ringannya mampu meraih putaran tinggi.
Gambaran mesin yang gesit mencuat lewat raungannya yang bagi sebagian
orang dianggap seperti alunan musik dari sebuah grup orkestra yang
personelnya adalah komponen mesin.
Hal ini tidak terlepas dari karakter mesin itu sendiri yang selalu bermain pada putaran supercepat. Dengan batas puncaknya yang sanggup meraih 20.000 rpm, bisa disimpulkan bahwa mesin jet darat ini memiliki langkah (stroke) yang sangat pendek (over square).
Begitu pendeknya hingga langkah piston
lebih pendek daripada diameter pistonnya dengan perbandingan hingga 1 :
2. Dengan kata lain panjang langkah piston separo diameternya.
Konsekuensinya putaran mesin menjadi cenderung lebih tinggi dibanding
mesin konvensional.
Hal ini bisa Anda buktikan di layar televisi saat pembalap F1 melakukan pit stop untuk mengganti ban atau mengisi bahan bakar (refuelling). Mesinnya terdengar selalu berada pada rpm tinggi meski mesin dalam keadaan langsam.
Mesin dengan langkah pendek memiliki kelemahan dalam menghasilkan torsi,
untuk menutupi kelemahan tersebut, jumlah silinder dibuat lebih banyak antara
6, 8, 10, bahkan 12 silinder. Akan tetapi, dengan alasan keselamatan
jiwa pembalap, FIA menggulirkan regulasi yang membatasi jumlahnya tidak
melebihi 8 silinder dan kapasitas mesin pun dibatasi hanya 2.400cc.
Perangkat turbo juga diharamkan, dengan kata lain ‘napas’ mesin hanya mengandalkan kevakuman yang diciptakan oleh langkah isap piston alias
normally aspirated. Namun para perancang mesin berkolaborasi dengan
desainer mobil F1 menyiasatinya dengan membuat ‘corong’ di bagian atas
kepala pembalap untuk ‘menangkap’ dan ‘memaksa’ udara menekan saluran
intake yang efeknya mirip efek turbocharger.
Agar mesin mudah meraih putaran tinggi
dengan spontan, komponen dibuat seringan mungkin, dan kekuatan komponen
merupakan salah satu kunci kemenangan agar mesin mampu di-geber selama
kompetisi. Oleh karena itu, ‘jeroan’ mesin yang bergerak terbuat dari
material yang ringan namun tangguh.
Bahan baku berbau futuristik seperti titanium,
berilium, aluminium sampai magnesium terpaksa diadopsi meski
pembuatannya membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Alhasil, bobot
total mesin hanya berada pada kisaran 100 kg saja. Apalagi dengan
pengurangan jumlah silinder sangat mungkin bobot mesin F1 bisa di bawah
90kg.
Agar berputar tanpa getaran seluruh piston dan setangnya mengalami
penyeragaman pada bobotnya dengan tingkat toleransi hingga hitungan
miligram, sehingga antara piston satu dan lainnya nyaris tidak memiliki
perbedaan bobot. Tak heran jika mesin tersebut memiliki respons tinggi
terhadap pijakan pedal gas.
Putaran mesin hingga 20.000 rpm membuat perancang mesin F1 harus
melupakan peranti pembalik katup konvensional yang terbuat dari pegas
baja. Pasalnya, bahan tersebut tidak akan sanggup menangani gerakan
sedahsyat itu. Kalau toh dipaksakan, maka akan terjadi efek floating
pada katup. Sebagai penggantinya, digunakan sistem pneumatic lewat
bantuan tekanan udara yang dipercaya lebih mampu menggerakan katup
secepat kilat.
Sebagai langkah penyempurnaan, katup dibuat dari bahan kuat dan ringan
untuk membantu proses buka-tutup dapat berlangsung ekstra cepat. Bahkan
campuran titanium dan magnesium yang dulunya dianggap canggih, kini dianggap primitif.
Sebagai gantinya, digunakanlah bahan keramik karena telah terbukti lebih
tahan terhadap panas hingga ribuan derajat dengan bobot yang tak kalah
ringan. Dengan demikian para insinyur bisa lebih leluasa mengembangkan
daya mesin hingga mencapai batas cakrawala kemampuan maksimumnya.
Lima puluh tahun lalu, mesin dengan prestasi 100bhp/liter masih dalam
angan-angan dan harapan. Berkat pengembangan teknologi, mesin 2,4 liter
V8 kini sanggup mencapai 800bhp/liter. Mesin ini sanggup mengonsumsi 650
liter udara per detiknya dengan konsumsi bahan bakar yang menghabiskan
antara 60 hingga 75 liter untuk jarak 100km.
Untuk mengimbangi kemampuan mesin seperti itu, suplai bahan bakar dan
waktu pengapian diatur oleh komputer mesin yang populer disebut ECU
(Electronic Control Unit). Secara garis besar, peranti ini mempunyai
prinsip yang sama dengan peranti komputer kendaraan jalan raya, yang
membedakan adalah software-nya.
ECU yang digunakan pada kendaraan pada umumnya, diprogram hanya
menangani satu pemetaan. Tugas utamanya hanya untuk membaca dan
menangani kebutuhan mesin secara keseluruhan, tak peduli berapa pun
jumlah silindernya. Padahal, jika dirinci secara saksama, kebutuhan dan
kondisi tiap silinder belum tentu sama.
ECU yang dimiliki mesin Formula 1 dengan jumlah silinder 8 buah, tiap
silindernya mendapatkan satu jatah pemetaan yang mengatur kebutuhan
jumlah bahan bakar dan waktu pengapian secara individual.
Saat mesin Formula 1 bekerja pada putaran yang konstan, masing-masing
silinder belum tentu mendapat jumlah bahan bakar dan waktu pengapian
yang sama. Dengan kata lain, rangkaian elektronik ini akan mengatur
dengan tepat jumlah bahan bakar yang harus diberikan dan kapan waktu
pengapian yang pas pada masing-masing silindernya.
Selain itu, antara hardware dan software telah dirancang sedemikian rupa
agar dapat diprogram ulang untuk dapat diseting dengan kondisi cuaca,
kondisi trek, karakter sirkuit, sampai ke karakter pembalap.
Jika dilucuti dan diuraikan, mesin balap ini terdiri dari sekitar 5.000
komponen mesin yang masuk dalam kategori mesin termahal di dunia. Semua
itu diinvestasikan agar mesin bisa berputar aman pada 20.000 rpm. Karena
faktor itu adalah kunci untuk mengembangkan tenaga dan kecepatan sebuah
mobil Formula 1.