KATEGORI ILS
Berdasarkan standar international Annex 10 volume I Radio Navigation Aids pada chapter 3 kinerjanya perangkat ILS dibagi dalam 3 (tiga) kategori besar yaitu :
a) Kategori I
Perangkat
Ils yang mampu memberikan sinyal panduan secara presisi dari mulai
batas cakupan luar (initial approach) sampai dengan posisi pesawat udara
pada ketinggian 200 kaki (± 60 m) di atas bidang datar ambang landasan
pacu (runway threshold).
b) Kategori II
Perangkat
ILS yang mampu memberikan sinyal panduan secara presisi dari mulai
batas cakupan luar sampai dengan posisi pesawat udara pada ketinggian 50
kaki (± 15 m) di atas bidang datar ambang landasan pacu (runway
threshold).
c) Kategori III
Perangkat
ILS yang mampu memberikan sinyal panduan secara presisi mulai dari
batasan cakupan luar sampai dengan sepanjang permukaan landasan.
Pada kategori IIIa, IIIb, IIIc, dan IIId.
Kategori
kinerja operasional ILS tergantung dari beberapa faktor antara lain :
kepadatan lalu lintas, kondisi cuaca dan halangan-halangan (obstacle).
Berikut ini adalah kategori kinerja operasional peralatan ILS :
Tabel 5
Kategori Kinerja Operasional ILS
Kategori Kinerja Operasional ILS
Decision
height atau minima untuk prosedur pendekatan khusus sering kali lebih
tinggi dari yang tercantum pada tabel 5 tersebut di atas, hal tersebut
disebabkan karena adanya halangan – halangan (obstacle) atau faktor –
faktor lain yang membatasi di dekat bandara.
Prosedur ILS berawal dari transisi en route flight ke final approach. Hal ini merupakan bagian akhir dari panduan stasiun navigasi VHF Omni Range (VOR)pada en route flight yang berpotongan dengan localizer course kira – kira pada jarak 7 sampai dengan 10 nautical miles dari runway.
Pesawat akan menerima localizer course pada ketinggian dan jarak tertentu di mana pesawat berada di bawah glide path. Hal ini memungkinkan penerbang menstabilkan pesawat pada localizer course sebelum sebelum mulai turun (descent).
Penerbang akan melanjutkan penerbangan dengan ketinggian tersebut walaupun indikator glide path terbaca skala penuh fly up. Saat pesawat menerima glide path sector, indikator mulai bergerak ke arah center, dan kemudian penerbang mulai mengatur power untuk mencapai kecepatan penurunan yang konsisten pada sudut luncur glide path. Setelah mencapai center dari glide path, penerbang akan menerima ”aural keying” dan kedipan visual dari Marker Beacon.
Penurunan dari Outer Marker dengan tetap mempertahankan indikator Localizer dan Glide Path pada center dengan membuat perubahan kecil pada heading dan kecepatan penurunan pesawat. Wind shear dan turbulance selama penurunan dapat menyebabkan deviasi oleh sebab itu penerbang harus melakukan koreksi.
3. SISTEM PEMANCAR DAN PENERIMA ILS
Dalam sistem pengoperasiannya sesuai fungsinya, perangkat ILS terdiri dari 2 (dua) sistem yaitu Sistem Pemancar (transmitter) yang berbasiskan atau berada di darat dan Sistem Penerima (airborne receiver) yang berada di pesawat udara.
3.1 Sistem Pemancar Perangkat ILS di darat
Ground Transmitter yaitu peralatan yang terletak di darat yang berfungsi untuk memancarkan sinyal ILS terdiri dari :
a) Localizer,
yaitu Sub Sistem Pemancar ILS bekerja pada frekuensi 108,10 MHz sampai
dengan 111,95 MHz yang berfungsi untuk memberikan sinyal panduan arah
pendaratan (azimuth) mengenai kelurusan pesawat terhadap garis tengah landasan pacu.
b) Glide Path, yaitu
Sub Sistem Pemancar ILS yang bekerja pada frekuensi 309,15 MHz sampai
dengan 335 MHz yang berfungsi untuk memberikan sinyal panduan sudut
pendaratan nominal sebesar 3 derajat.
c) Marker Beacon, yaitu
Sub Sistem Pemancar ILS yang bekerja pada frekuensi 75 MHz yang
berfungsi untuk memberikan sinyal panduan jarak aktual terhadap threshold.
Merker Beacon terdiri atas 3 macam yaitu Inner Marker (IM), Middle
Marker (MM) dan Outer Marker (OM), namun yang umum dipasang pada bandara
di Indonesia adalah MM dan OM.
- Outer Marker (OM) terletak 3,5 – 6 Nautical Miles dari ambang landasan pacu (threshold). Outer Marker dimodulasikan dengan sinyal 400 Hz.
- Middle Marker (MM) terletak 1050 ± 150 meter dari ambang landasan pacu (threshold) dan dimodulasikan dengan sinyal 1300 Hz.
- Inner Marker (IM)terletak 75 – 450 meter dari ambang landasan pacu (threshold) dan dimodulasikan dengan sinyal 3000 Hz. Di Indonesia tidak dipasang IM mengingat ILS dioperasikan dengan kategori I
Dalam
hal kondisi tertentu yang diakibatkan terbaatasnya lahan yang tersedia
ataupun dikarenakan kebutuhan operasional, fungsi dari pada OM dapat
digantikan dengan fasilitas DME ILS. DME ILS yaitu pemancar yang menginformasikan sisa jarak pesawat terhadap titik pendaratan.
Gambaran umum peletakan sistem ILS terlihat pada gambar 13.
Gambaran umum peletakan sistem ILS terlihat pada gambar 13.
Gambar 13 Gambaran Umum peletakan sistem ILS
Parameter Utama Sistem ILS
a) Localizer
Course line (CL) dan course sector merupakan dua dari beberapa parameter dalam localizer yang sangat penting untuk dipahami. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang hal tersebut.
Course line (CL) merupakan garis panduan yang dihasilkan oleh localizer untuk memandu garis tengah landasan di mana DDM sama dengan nol pada bidang horisontal. Gambar 14 dan 15 berikut ini adalah ilistrasi tentang Course line (CL) dan course sector.
Gambar 14. Localizer Course Line
Course sector (CS) merupakan sektor pada bidang v yang dibatasi oleh DDM = 0,155
b) Glide Path
Gambar 15. Localizer Course Sector
- Glide path di mana DDM sama dengan nol pada bidang vertikal
- Glide path angle merupakan sudut antara antara DDM sama dengan nol dengan bidang horisontal.
- Glide path sector merupakan sektor pada bidang vertikal yang dibatasi oleh DDM = 0,175
- GP displacement sensitivity (DS) merupakan DDM 0,00875 (8,75% DDM / 75 μA) pada angular displacement di bawah 0,12θ
Gambar 16 merupakan ilustrasi dari penjelasan tersebut
Gambar 16. Ilustrasi Parameter Glide Path
c) Marker Beacon
Marker beacon berfungsi untuk memberikan panduan jarak pesawat terhadap threshold yang diterima di cockpit pesawat dalam bentuk kode morse. Gambar 17 dapat memberikan penjelasan tentang parameter utama marker beacon.
3.1.2 Konsep Dasar Pembentukan Sinyal Panduan ILS
3.1.2 Konsep Dasar Pembentukan Sinyal Panduan ILS
Aljabar Fasor
Setiap fasor harus mengacu pada fasa referensi (0). Arauh revolusi angular ditentukan berlawanan dengan arah jarum jam.
Gambar 18. Definisi Fasor
Berikut ini adalah bentuk / gambaran penjumlahan fasor
Gambar 19. Grafik Penjumlahan Fasor
Untuk
memperoleh hasil (amlitude dan fasa) dari dua fasor atau lebih, tiap –
tiap fasor dipecah menjadi komponen riil (RE) dan komponen imajiner
(IM).
Di mana
Di mana
A(n) adalah amplituda
α(n) adalah fasa
Kemudian komponen riil dan komponen imajiner dijumlahkan secara secara terpisah.
Hasil fasor amplituda dan fasa dihitung dengan formula sebagai berikut :
Format Sinyal ILSInformasi sinyal panduan ILS berdasarkan perbandingan kedalaman modulasi 90 Hz dan 150 Hz.
Hasil fasor amplituda dan fasa dihitung dengan formula sebagai berikut :
Format Sinyal ILSInformasi sinyal panduan ILS berdasarkan perbandingan kedalaman modulasi 90 Hz dan 150 Hz.
Sinyal panduan ILS terdiri dari dua komponen yaitu Carrier and Sideband (CSB) dan Sideband Only (SBO).
CSB mempunyai
spektrum yang seragam pada semua arah azimut sektor kiri dan sektor
kanan serta garis tengah landasan pacu hingga perpanjangannya.
Sedangkan SBO komposisinya tidak seragam, yaitu sinyal panduan
90 Hz pada sektor kiri berlawanan fase dengan sinyal panduan 150 Hz pada
sektor kanan garis tengah landasan pacu hingga perpanjangannya.
Berikut ini adalah persamaan sinyal CSB dan SBO (composite) :
Di mana :
ECSB dan E SBO adalah konstanta amplituda
ω = 2.π. f adalah frekuensi angular
Gambar 20 dan 21 merupakan ilustrasi format sinyal CSB dan SBO
Berikut ini adalah persamaan sinyal CSB dan SBO (composite) :
Di mana :
ECSB dan E SBO adalah konstanta amplituda
ω = 2.π. f adalah frekuensi angular
Gambar 20 dan 21 merupakan ilustrasi format sinyal CSB dan SBO
Gambar 20. Bentuk Gelombang CSB. Bagian Atas adalah 90 Hz, Tengah adalah 150 Hz dan Bawah adalah Kombinasi 90 150
Berikut ini adalah gambar penjumlahan fasor CSB dan SBO
Berikut ini adalah gambar penjumlahan fasor CSB dan SBO
Gambar 21. Kombinasi CSB dan SBO dengan adanya Fasa Error sebesar %u03D5.
Gambar 22. Bentuk Gelombang SBO. Bagian Atas adalah 90 Hz, Tengah adalah 150 Hz dan Bawah adalah combinasi 90 150
Dengan persamaan DDM sebagai berikut :
Apabila terdapat fasa error antara CSB dengan SBO maka penjumlahan fasor CSB dan SBO akan tampak pada gambar 23.
Apabila terdapat fasa error antara CSB dengan SBO maka penjumlahan fasor CSB dan SBO akan tampak pada gambar 23.
Gambar 23. Kombinasi CSB dan SBO dengan adanya Fasa Error sebesar %u03D5.
Persamaan DDM – nya menjadi :
3.1.3 Teori Antena
a). Konsep Dasar
3.1.3 Teori Antena
a). Konsep Dasar
Antena adalah peralatan yang digunakan untuk memencarkan dan menerima energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik.
Tiap
– tiap gelombang, yang merambat dengan kecepatan cahaya memiliki medan
listrik dan medan megnet dengan sudut yang sesuai antara satu dengan
yang lain menuju arah rambatan.
Medan listrik dan medan megnet tersebut dihasilkan oleh arus listrik yang mengalir dalam antena.
Arah medan listrik (E vektor) menentukan polarisasi. Gelombang ILS dipolarisasikan secara horisontal tampak pada gambar 24.
Arah medan listrik (E vektor) menentukan polarisasi. Gelombang ILS dipolarisasikan secara horisontal tampak pada gambar 24.
Gambar 24. Gelombang elektromagnetik dengan garis medan E dan H
b). Near Field
Area di mana komponen radiasi yang predominan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian near field dan far field.
Wilayah
near field merupakan perpanjangan beberapa panjang gelombang dari
antena ke jarak tertentu di mana semua sinar dari antena ke titik
pengamatan memungkinkan dipertimbangkan paralel antara yang satu dengan
yang lain.
Jarak tersebut tergantung dari dimensi antena (D) dan fasa error (_) yang dapat ditolelir.
Untuk ILS, yang mana fasa kritis sistem harus λ/32 (kira – kira 12o)
Kemudian near field diperpanjang ke jarak R=4D2/λ seperti yang tampak pada gambar 25.
Gambar 25. Perhitungan Perpanjangan Near Field dengan Fasa Error λ/32 dari antena dengan panjang antena D
Localizer Antenna Array
Radiasi sinyal yang dipancarkan oleh antenna localizer harus memenuhi standar yang telah ditetapkan ICAO dalam Annex 10, paragraf 3.1.2. Persyaratan sistem antena localizer adalah sebagai berikut :
Radiasi sinyal yang dipancarkan oleh antenna localizer harus memenuhi standar yang telah ditetapkan ICAO dalam Annex 10, paragraf 3.1.2. Persyaratan sistem antena localizer adalah sebagai berikut :
- Polarization
Komponen
vetrikal radiasi harus tidak boleh didapat pada DDM > 0,0016 untuk
Cat I, DDM > 0,008 untuk Cat II ketika pesawat pada course line dan dalam roll attitude 20 derajat.
- Cakupan / Coverage
Berikut ini adalah gambaran cakupan / coverage localizer di mana pada cakupan / coverage tersebut kuat medan / field strength tidak kurang dari 40 μV/m (-114 dBW/m)
Gambar 26. Gambaran Cakupan Localizer (normal)
Apabila
kondisi tidak memungkinkan karena terdapat halangan / obstacle maka
cakupan / coverage untuk 10 derajat dapat dikurangi sampai dengan 33,4
km / 18 NM sebagaimana Gambar 27 berikut.
Gambar 27. Gambaran Cakupan Localizer (reduced)
- Course Structure
Gambar 28 berikut ini adalah ilustrasi course struture untuk localizer
Gambar 28. Course Structure Localizer
- Course Alignment
Course alignment harus diatur dan dipertahankan dalam 10,5 meter untuk Cat I, atau 7,5 meter untuk Cat II, atau 3 meter untuk Cat III dari centerline runway pada ILS reference datum.
- Displacement Sensitivity
DS dalam half course sector harus 0,00145 DDM/meter dengan toleransi 17%.
- Clearance
Dari sudut di mana DDM adalah 0,180 sampai dengan 10 derajat di luar course line, DDM harus tidak kurang dari 0,180. Dari 10 derajat sampai 35 derajat, DDM harus tidak kurang dari 0,155.
Dalam
sistem antena ILS terdiri dari lebih dari satu elemen pemancar. Jika
dua atau lebih elemen antena, memancarkan dari pemancar yang sama,
ditempatkan pada satu garis lurus disebut antenna array.
Antenna array yang
paling sederhana terdiri dari dua isotropic antenna dengan jarak 2D. Di
mana pada jarak di titik P menghasilkan kuat medan yang sama tetapi
berbeda fasa seperti yang tampak pada gambar 29
Gambar 29. Path Delay Antara Dua Elemen Antena
Dari gambar tersebut diperoleh perbedaan fasa dalam radian sebagai berikut :
Sinyal
dari elemen A1 terlambat sebesar θ dari sinyal elemen A2. Dengan
demikian sinyal total yang diterima untuk kondisi in phase (0o) adalah
sebagai berikut :
Sedangkan untuk yang out of phase (180°) adalah :
Glide Path Antenna Array
- Cakupan / Coverage
Kuat
medan minimum dalam azimuth 8 derajat, dalam elevasi 0,3 θo - 1,75 θo
sampai dengan jarak 10 NM harus lebih dari 400 μV/m.
Berikut ini adalah gambaran cakupan Glide Path.
Gambar 30. Cakupan Glide Path
- Glide Path Structure
Belokan /bend harus kurang dari 30 μA untuk Cat I dan 20 μA untuk Cat II/III
- Displacement Sensitivity
DDM 75 μA pada 0,12 θo dari θo
Toleransi :
Cat I 0,07 θo - 0,14 θo
Cat II 0,07 θo - 0,14 θo di atas, 0,10 θo - 0,14 θo di bawah
Cat II/III 0,10 θo - 0,14 θo
Antena isotropik yang diletakkan di atas bidang dasar akan menghasilkan sinyal pantulan yang mana sinyal pantulan tersebut equivalen dengan sinyal dari image antenna di bawah bidang dasar. (Gambar 30)
Antena isotropik yang diletakkan di atas bidang dasar akan menghasilkan sinyal pantulan yang mana sinyal pantulan tersebut equivalen dengan sinyal dari image antenna di bawah bidang dasar. (Gambar 30)
Untuk polarisasi ILS adalah horisontal, dengan persamaan sebagai berikut :
Bersambung.(DGCA/Faidi/KI)