Pesawat jet yang ditumpangi Ibu Negara Amerika Serikat Michelle Obama dan istri Wakil Presiden Jill Biden, diperintahkan oleh petugas Pengatur Lalu Lintas Udara (PLLU) atau Air Traffic Controller (ATC)
bandara setempat untuk membatalkan pendaratan karena beresiko terkena
turbulensi dari pesawat di depannya. Insiden itu terjadi pada Senin sore
18 April 2011, saat pesawat Boeing C-40 (Boeing 737 versi Militer) yang
ditumpangi Ibu Negara AS hendak mendarat di Pangkalan Angkatan Udara
Andrews di dekat Washington DC setelah melakukan penerbangan dari New York.
Namun diduga karena ada
kesalahan pengarahan petugas Pengatur Lalu Lintas Udara, jarak pesawat
tersebut berada terlalu dekat dengan pesawat kargo raksasa C-17
Globemaster III yang akan mendarat lebih dahulu di depannya. Jarak kedua
pesawat saat itu hanya 3 nm (nautical mile)
atau sekitar 4,8 kilometer. Padahal menurut ketentuan Badan
Penerbangan Federal AS (FAA), disyaratkan bahwa jarak minimum kedua
pesawat seharusnya adalah 5 nm (8 km) apabila pesawat di depan adalah
pesawat jet berukuran besar, sekelas C-17 yang berbobot 200 ton.
Semburan mesin jet pesawat dan aliran udara di sayap pesawat tersebut
bisa menyebabkan turbulensi udara yang berbahaya bagi pesawat di
belakangnya.
Petugas menara ATC
Pangkalan Udara Andrews pada awalnya meminta pilot pesawat C-40
melakukan manuver tertentu untuk menambah jarak dengan pesawat C-17.
Namun setelah beberapa saat petugas ATC itu menyadari jarak kedua
pesawat itu terlalu dekat, akhirnya petugas ATC memerintahkan pilot
pesawat C-40 untuk membatalkan pendaratan dan diminta untuk terbang
kembali dan berputar-putar (holding) dahulu sebelum memulai pendaratan sehingga kecelakaan pesawat terbang akibat turbulensi dapat dihindari.
Wake Turbulence
Wake Turbulence adalah
udara berputar yang dihasilkan oleh sayap pada waktu sayap pesawat
menghasilkan Gaya Angkat (Lift). Pada waktu menghasilkan gaya angkat,
tekanan udara di bagian atas sayap lebih rendah dibandingkan tekanan
yang ada di bawah permukaan sayap. Karena udara mengalir dari tekanan
yang tinggi ke tekanan yang rendah maka di ujung sayap akan terjadi
perpindahan udara dari bagian bawah sayap ke bagian atas. Perpindahan
ini mengakibatkan pusaran udara yang disebut vortex. Vortex
ini juga sebenarnya terjadi di ujung sayap pada pertemuan dengan badan
pesawa, namun karena ditahan oleh badan pesawat maka pengaruhnya cukup
kecil.
Di ujung luar sayap, vortex ini membentuk pusaran yang berputar cukup cepat. Vortex-vortex (vortices) ini juga mengakibatkan Drag (daya yang berlawanan dengan Lift dan menekan pesawat ke bawah) yang disebut Induced Drag. Makin besar lift yang dihasilkan makin besar Induced Drag yang terjadi begitu pula dengan Vortices di ujung sayap ini (Wingtip Vortices).
Kekuatan Wingtip Vortices ini berbanding lurus dengan berat pesawat dan berbanding terbalik dengan Wing Span (rentang sayap dari ujung ke ujung) serta kecepatan pesawat. Makin kecil kecepatan pesawat makin besar Angle of Attacknya (sudur serang yang dibentuk oleh sayap pesawat terhadap garis horizontal) dan makin besar Wingtip Vortices-nya. Hasilnya Wingtip Vortices ini makin besar pada saat pesawat terbang dengan kecepatan rendah dan memerlukan Lift yang besar yaitu saat lepas landas, mendaki (Climb), dan mendarat.
Sifat-sifat Vortex
· Vortices dihasilkan mulai dari pesawat terbang lepas landas hingga mendarat karena Vortices adalah hasil dari Lift.
· Putaran Vortices adalah ke atas, ke luar dan sekitar ujung sayap jika dilihat dari depan atau dari belakang pesawat.
· Jarak antara kedua putaran Vortices sedikit lebih pendek dari jarak Wingspan, bergeser mengikuti angin pada ketinggian yang lebih dari jarak Wingspan dari permukaan tanah.
· Vortices bergerak
turun (Sink) dengan kecepatan beberapa ratus kaki per menit, menghilang
seiring dengan waktu dan jarak di belakang pesawat penghasil Vortices tersebut.
· Vortices
dari pesawat turun ke landasan (100-200 kaki) lalu cenderung untuk
bergerak secara lateral di atas landasan dengan kecepatan 2-3 knots.
· Crosswind (pusaran angin dari samping kiri/kanan pesawat) mengurangi gerakan lateral dari Upwind (pusaran angin dari arah bawah pesawat ke atas) Vortex tapi menambah gerakan dari Downwind (pusaran angin dari arah atas pesawat)Vortex.
· Tailwind (pusaran angin dari arah ekor pesawat) dapat memindahkan vortex dari pesawat sebelumnya ke arah Touchdown Zone (titik tempat ban pesawat menyentuh landasan) di saat pesawat terbang mendarat.
Wake Turbulence pada Helikopter
Helikopter yang sedang melakukan Hover (terbang diam) juga menghasilkan Downwash (pusaran angin ke bawah) dari Main Rotor (baling-baling utama) yang sama dengan Vortices dari sayap pesawat. Penerbang pesawat kecil harus menghindari helikopter yang sedang Hover dalam jarak minimal tiga kali jarak diameter rotor untuk menghindari pengaruh Downwash ini. Begitu pula pada waktu sebuah helikopter terbang maju, energi Downwash ini diubah menjadi sepasang Vortices yang kuat dengan kecepatan tinggi yang sama dengan Wingtip Vortices yang dihasilkan pesawat yang lebih besar. Vortices dari helikopter ini harus dihindari karena dengan kecepatan yang rendah, helikopter dapat menghasilkan Wake Turbulence yang sangat kuat.
Menghindari Wake Turbulence
Seperti telah disebutkan di atas, pesawat akan menghasilkan Wingtip Vortices pada kekuatan maksimum pada saat pesawat menghasilkan Lift yang besar pada kecepatan rendah, “Heavy, clean and slow“. Untuk menghindari Wake Turbulence dari pesawat yang terbang di depan pesawat kita, adalah dengan cara sebagai berikut:
· Hindari terbang melalui lintasan terbang pesawat lain yang ada di depan kita.
· Pada waktu lepas landas di belakang pesawat lain, usahakan Rotate (atau sering di sebut unstick) sebelum Rotation Point pesawat sebelumnya
· Pada waktu mendarat dibelakang pesawat yang lebih besar, Approach di atas ketinggian lintasan pesawat sebelumnya dan Touch Down setelah Touch Town Point pesawat tersebut.
· Hindari terbang mengikuti pesawat yang lain pada lintasan yang sama pada ketinggian 1000 kaki.
ATC Separation
Untuk menghindari Wake Turbulence ini, Air Traffic Controller (ATC) atau Pengatur Lalu Lintas Udara (PLLU) biasanya
memberi separasi (jarak antar pesawat) yang cukup pada waktu lepas
landas (take-off) dan mendarat (landing) berdasarkan kategori
pesawatnya. ICAO (International Civil Aviation Organization) membuat
kategori berdasarkan berat pesawat sebagai berikut:
· Heavy (H) >136,000 kg
· Medium (M) >7,000 kg and <136,000 kg
· Light (L) <7,000 kg
Kini dengan muculnya beragam jenis pesawat lebih besar seperti pesawat Airbus A380-800 yang sangat berat dan membuat Wake Turbulence
yang diakibatkannya juga besar, maka dibuatlah sebuah kategori khusus
untuk pesawat sejenis ini yaitu dengan memasukkan pesawat jenis ini pada
katagori Super. Perkecualian juga dapat terjadi, misalnya pesawat
Boeing B-757. Pesawat ini beratnya termasuk kategori Medium, akan tetapi
karena Wake Turbulence yang dihasilkan oleh pesawat ini sama dengan Wake Turbulence yang dihasilkan oleh pesawat dengan kategori Heavy, maka pesawat ini masuk dalam kategori Heavy.
Untuk
lepas landas, pesawat dengan kategori lebih kecil dari kategori pesawat
yang lepas landas di depannya harus menunggu minimal dua menit hingga Wake Turbulence
di atas landasan berkurang intensitasnya. Sedangkan untuk proses
pendaratan pesawat petugas Pengatur Lalu Lintas Udara akan memakai tabel
di bawah ini dalam pengaturan separasi abtar pesawat terbang untuk Approach dan Landing.
Insiden Kecelakaan Pesawat Terbang akibat Wake Turbulence
Pada
tanggal 30 Mei 1972, sebuah pesawat DC-9 milik maskapai penerbangan
Delta Airlines dengan Nomor Penerbangan 9570, melakukan Approach
(prosedur pendekatan pesawat sebelum mendarat di suatu bandara) di
Greater Southwest International Airport. Penerbangan tanpa penumpang ini
adalah penerbangan pelatihan untuk dua orang Kapten Penerbang yang
akan mendapatkan kualifikasi Type Rating (peningkatan kemampuan
Pilot untuk suatu jenis pesawat) di jenis pesawat tersebut. Selain
kedua Kapten Penerbang, di dalam pesawat ada seorang Kapten Instruktur
dan seorang Inspektur dari FAA. Pada waktu melakukan Approach,
tower ATC memberi tahu Delta 9570 bahwa di depannya ada pesawat DC-10,
American Airlines Nomor Penerbangan 1114 yang juga melakukan training touch and go (latihan pendaratan dan penerbangan). Delta 9570, melakukan Approach dengan normal. Clearance (perintah dari otoritas Bandara) diberikan oleh tower ATC dengan sebuah Advisory (saran) “Caution turbulence“.
Pesawat lalu turun melewati ketinggian sekitar 670 kaki, Kapten Instruktur di kursi kanan kokpit memberi komentar “Little turbulence here..“. Pada saat itu ayunan pesawat mencapai 1.7G (1,7 kali Gravitasi). Pada waktu berada di atas landasan melewati Runway Threshold pesawat mulai ber-osilasi, berayun ke kiri dan ke kanan. Rekaman kokpit menunjukkan penerbang melakukan manuver Go around
(terbang kembali) untuk membatalkan pendaratan. Namun terlambat,
setelah dua dan tiga kali berayun, pesawat DC-9 berguling ke kanan
dengan cepat hingga kemiringan 90°
dan sayap kanannya menyambar landasan dengan kuat. Pesawat lalu jatuh
dan terbakar dalam posisi nyaris terbalik (inverted) dan keempat awak
dalam pesawat meninggal dunia.
Hasil
penyelidikan atas insiden itu menunjukkan tbahwa tidak adanya kerusakan
pada sistem pesawat, juga tidak ada kesalahan prosedur yang dilakukan
oleh awak pesawat yang mengakibatkan kecelakaan ini. NTSB (National
Transportation Safety Board) atau badan sejenis KNKT di Indonesia,
mengeluarkan laporan penyelidikan dan rekomendasi atas insiden
kecelakaan ini. Pada bulan Juni 1972, FAA mengadakan penelitian tentang Wingtip Vortices (Wake Turbulence yang dihasilkan oleh ujung sayap pesawat terbang) pada pesawat DC-10 dan L-1011.
Selanjutnya
hasil penelitian disimulasikan pada pesawat DC-9 dan memperkuat dugaan
bahwa penyebab dari insiden kecelakaan Delta 9570 adalah karena terkena Wingtip Vortices
dari pesawat DC-10 yang berada di depannya. Kecelakaan ini diduga kuat
terjadi karena kurangnya jarak (separation) antara pesawat DC-9 dengan
DC-10 yang berada di depannya. Jarak antara kedua pesawat tersebut
sekitar 53-54 detik saja. Sejak saat itu FAA membuat aturan separasi
antar pesawat terbang dengan kategori Light, Medium, Heavy, dan Super seperti telah di bahas di atas.